Posted by : Hadxp
Minggu, 14 Desember 2014
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigade 49 dibawah pimpinan
Brigadir Jenderal AW.S Mallaby mendarat dipelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Brigade ini merupakan bagian dari Divisi India ke-23, dibawah pimpinan Jenderal
D.C Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara jepang dan menyelamatkan
tawanan sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil dimana perwira-perwiranya
kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari Nepal
yang telah berpengalaman perang.
Rakyat dan pemerintah Jawa Timur dibawah pimpinan
Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian
antara wakil-wakil pemerintah RI dan Brigjen AW.S Mallaby mengadakan pertemuan
yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
- Inggris berjanji mengikutsertakan Angkatan Perang Belanda
- Disetujui kerja sama kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan ketentraman
- Akan dibentuk kontak biro agar kerja sama berjalan lancar
- Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Pada tanggal 26 Oktober 1945 pasukan Sekutu melanggar
kesepakatan terbukti melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok. Mereka akan
membebaskan para tawanan Belanda di antara nya adalah Kolonel Huiyer. Tindakan
ini dilanjutkan dengan penyebaran pamflet yang berisi perintah agar rakyat
Surabaya menyerahkan senjata-senjata mereka. Rakyat Surabaya dan TKR bertekad
untuk mengusir Sekutu dari bumi Indonesia dan tidak akan menyerahkan senjata
mereka.
Kontak senjata antara rakyat Surabaya melawan Inggris
terjadi pada tanggal 27 oktober 1945. Para pemuda dengan perjuangan yang gigih
dapat melumpuhkan tank-tank Sekutu dan berhasil menguasai objek-objek vital.
Strategi yang digunakan rakyat Surabaya adalah dengan mengepung dan
menghancurkan pemusatan-pemusatan tentara Inggris kemudian melumpuhkan hubungan
logistiknya. Serangan tersebut mencapai kemenangan yang gemilang walaupun di
pihak kita banyak jatuh korban.
Pada tanggal 29 Oktober 1945 Bung Karno beserta Jenderal
D.C. Hawthorn tiba di Surabaya. Dalam perundingan antara pemerintah RI dengan
Mallaby dicapai kesepakatan untuk menghentikan kontak senjata. Kesepakatan ini
dilanggar oleh pihak Sekutu. Pertempuran seru terjadi di Gedung Bank Internatio
di Jembatan Merah. Gedung itu dikepung oleh para pemuda yang menuntut agar
pasukan A.W.S Mallaby menyerah. Akibatnya terjadi kejadian fatal, yaitu
terbunuhnya A.W.S Mallaby. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 30 Oktober 1945.
Dengan terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut
pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya. Pada tanggal 9 November 1945 Mayor
Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada
bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar seluruh rakyat Surabaya
beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya, mengibarkan
bendera putih, dan dengan tangan diatas kepala berbaris satu-satu. Jika pada
pukul 06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan
seluruh kekuatan darat, laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai
penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena itu rakyat
Surabaya menolak ultimatum itu secara resmi melalui pernyataan Gubernur Suryo.
Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah
pertempuran pada tanggal 10 November 1945. Melalui siaran radio yang
dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek
surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai pukul 18.00. Pasukan
Sekutu dibawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi infantri
sebanyak 10.000-15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah
“Sussex” serta pesawat tempur ”Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan
rakyat bahu membahu, baik dari TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi
Istimewa, BBI, PTKR, maupun TKR laut dibawah Komandan Pertahanan Kota,
Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir November 1945 ini rakyat
Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran Inggris walaupun
jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal
10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai
penghargaan atas jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air
Indonesia dari kekuasaan asing.